Kamis, 17 Oktober 2013

Rumahku yang Baru




Rumahku yang baru, terbuat dari kayu bercat putih. Bukan anggun, hanya saja tampak begitu manis. Kau tahu?
Rumahku yang baru, tak memiliki halaman di depannya. Maklum, saat ini rasanya tak realistis saja membuang-buang lahan hanya untuk pekarangan sementara kami masih memerlukan ruangan yang lebih untuk bergerak. Lagipula, kau tahu, bukan, kalau aku tak suka menanam? Menunggu benih menjadi rindang itu hal yang membuang waktu.
Rumahku yang baru, baru ditempati dua bulan. Tiap pagi, ada pedagang koran lewat berjalan kaki. Pak Tukin namanya. Senyumnya ramah sekali. Baru aku tahu kalau dia mengalami gangguan mental. Tapi tak mengapa, dua bulan berlalu dan senyumnya tak mengkhawatirkan.
Rumahku yang baru, ada satu ruangan khusus yang bercat biru muda. Biru muda di antara semua ruangan bercat putih. Untuk apa, coba kau tebak. Untuk calon bayi yang akan lahir. Kata dokter, laki-laki. Tak apa, kan laki-laki diarahkan untuk menyukai warna biru? Aku yang mengecatnya sendiri, dengan sepenuh hati. Hasilnya tak terlalu buruk.
Rumahku yang baru, aku suka sekali. Banyak suka cita di dalamnya. Meski masih asing dan tak luas, namun bahagianya seperti ketika kau ada di sini. Bersama surat ini, aku kirimkan foto rumahku yang baru. Semoga lekas kita bisa bertemu di sini.


Sore segera habis. Istriku merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum lebar di depan rumah majikannya yang baru. Angin mulai merambat masuk. Sepucuk surat itu kutinggalkan di atas meja, dan bergegas menutup jendela-jendela dengan spanduk-spanduk bekas merongsok.





Jumat, 04 Oktober 2013

Bermain Peran



“Kamu bawa bekal apa?” tanya Mira, sedikit melongokkan kepalanya ke kiri, mengintip apa yang tertata rapi di balik kotak makan Ema.
“Waaah” Mata Ema terbelalak, seolah kotak makannya berisi kejutan. “Mama membawakan aku burgel!” katanya. Sebuah roti bundar dengan isi tersusun rapi telah berjejal di kotak makan kuningnya. Mama menaruhnya lengkap dengan saus kemasan plastik kecil. Ukuran sebesar ini, sangat cukup mengganjal perut Ema yang kurus kecil. “Kamu, Mir?”
Mira mengerdikkan bahunya, tak tahu sama sekali. Mira menebak, mamanya dan mama Ema sama-sama suka menaruh kejutan untuk bekal anak-anaknya. Tiap hari menu yang dibawa tak pernah sama. Mereka kaya bukan main, saat anak lain hanya membawa bekal nasi-mi-telur, mereka membawa makanan-makanan orang dewasa. “Ayo kita buka! Satu, dua…” Mira membuka kotak makan birunya pelan-pelan sambil kembang kempis dadanya menebak-nebak. “Waaah” kali ini ia yang terbelalak.
Ema mengintip isi kotak Mira. Kue pipih bundar dengan saus dan daging di atasnya. Ada pula jamur-jamur kecil yang tak kalah seru menghiasi kue itu. “Pisa!” keduanya berteriak bersamaan. Tawa mereka keras dan bahagia, meski tertelan habis di udara.
“Kamu boleh minta burgel aku, tapi aku minta pisa kamu ya”
“Oke!”
Jalanan lengang di hari libur. Tak ada pendapatan dari mengamen atau menjual koran. Keduanya masih duduk di trotoar. Masih kusam. Masih menggunakan pakaian kumal.
Masih bermain peran sebagai dua anak berseragam putih-merah yang bertukar bekal di jam istirahat sekolah. Merasakannya tak pernah. Kotak bekalnya pun tak nyata.
Jalanan lengang di hari libur. Di sudut trotoarnya, dua gadis kecil meriangkan diri.

Rabu, 02 Oktober 2013

Ke Luar Angkasa



Ada hal-hal yang boleh dilakukan ketika kita melayang-layang di luar angkasa, di antaranya:
1.      Menari.
Siapa yang tak suka? Aku suka menari di pantai, ketika sedang sendiri, ketika ibu sedang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, ketika layar-layar perahu mulai terbit dari garis horizon laut lepas pertanda ayahku segera pulang. Aku suka menari di mana saja. Menari membuat bahagia!

2.      Makan biskuit.
Aku suka biscuit. Aku suka ketika makan biskuit di luar angkasa dan remah-remahnya melayang. Tak akan jauh berbeda dengan serbuk-serbuk bintang yang tersebar seperti biji-bijian bercahaya.

3.      Lari-lari
Di luar angkasa, tak ada jatuh yang menyakitkan. Sekeras apapun kamu tersandung, ya, di sana, kamu masih melayang tanpa perlu melihat darah tercecer dari dagu dan lututmu. Terjatuh dari ketinggian berapapun, kau terjatuh dengan selamat.

4.      Memetik bunga
Hal ini menarik, sebenarnya. Dan boleh kau lakukan di luar angkasa. Hanya saja, siapa yang sudah berhasil menumbuhkan bunga-bunga di atas sana?


Lili menulis sambil sesekali menguap. Kantuk menggelayuti kedua matanya. Tak lama, permukaan meja menggodanya bak bantal empuk yang nyaman dijadikan sandaran tidur.
Lili terlelap.
Terlelap.
Terlelap.
Asap lampu templok membumbung tinggi. Panas. Bakar. Membakar langit-langit rumah Lili.
Buku Lili ikut terbakar, pensilnya juga.
Rumah gubuk Lili terbakar.
Ibunya sedang bekerja, tak pulang-pulang. Ayahnya belum lama berangkat melaut.
Lili, terbakar.

***

Ada banyak hal yang boleh kau lakukan ketika sedang berada di luar angkasa. Tapi, ada satu hal saja yang tak boleh nekad kau lakukan: ke sana sendirian.
Di hening yang begitu merasuk, nyawa Lili melayang-layang di seantero galaksi.




Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com